Suarokito.Com – Terkait mengenai Pulau Merbau Enggano seluas sekitar 6,8 Hektare (0,068 km²) yang disewakan oleh pihak yang mengatasnamakan Lembaga Adat Enggano selama 20 tahun dengan sewa pertahunnya sebesar Rp. 2 juta dikhawatirkan bakal berdampak mengganggu ketahanan dan kedaulatan negara.
Tak ayal, membuat pihak Pemkab Bengkulu Utara bersama Forkompida berkumpul untuk membahas terkait Pulau Terluar (Pulau Merbau red) yang saat ini telah disewakan oleh pihak yang mengatasnamakan lembaga Adat Enggano kepada pihak ketiga.
Bagaimana tidak, Pulau Merbau terletak di dekat Pulau Enggano, yang merupakan pulau terluar Indonesia yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang menjadikan tempat strategis di jalur samudera sebagai lintasan dari kapal-kapal Asing.
“Tadi kita (Pemkab Bengkulu Utara.red) bersama pihak Forkompida membahas hal ini. Pulau Merbau itu milik Negara. Kalau kita biarkan tentu ini bakal mengganggu keamanan dan kedaulatan negara. Jelas kita sikapi hal ini dengan serius,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Bengkulu Utara, Fitriyansyah, S.STP, M.Si, Senin (15/09/2025).
Dikatakan Fitriyansyah, S.STP, M.Si, bahwa pihaknya saat ini tengah mengkajinya. Bahkan dalam dua hari ini pihaknya bakal memanggil secara resmi pihak-pihak terkait dalam penyewaan Pulau Merbau tersebut
“Kita pelajari dulu. Dalam dua hari ini kita bakal melakukan pemanggilan secara resmi. Kita minta penjelasan dan dasarnya melakukan itu. Tentu kepala desa, camat, dan yang lainnya kita panggil. Jelas kita libatkan juga pihak Forkompida. Nantinya, juga kita bakal bersurat kepada pihak provinsi termasuk juga dengan pemerintah pusat terkait hal ini,” jelas Sekda.
Sebelumnya, Pulau Merbau yang luasnya sekitar 6,8 Hektare (0,068 km²) telah disewakan oleh MI selaku Pabuki yang mewakili para kepala suku dan ketua pintu suku lembaga adat Enggano kepada FHC yang beralamatkan di Jakarta dan MK warga Enggano.
Didalam dalam perjanjian sewa tersebut di sewakan oleh MI kepada FHC dan MK selama 20 tahun dengan kontrak sewa sebesar Rp. 2 juta/tahun.
Bahkan data yang didapatkan awak media ini, pada Minggu 07 September 2025 tepatnya pukul 14.00 diadakan musyawarah dirumah salah satu warga berinisial SI terkait pulau Merbau yang disewakan.
“Memang benar itu sudah disewakan. Kami dari pihak pemerintah desa tidak tahu menahu soal tersebut. Tahu-tahu besoknya tanggal 08 September 2025 pagi ada yang datang kerumah itu pihak ketiga yang minta tanda tangan saya, saya tolak. Karena yang dilakukan itu sudah melanggar aturan Karena pulau itu milik Negara. Sewa menyewa pulau tidak boleh dilakukan oleh perorangan, lembaga atau organisasi yang bukan negara. Dasarnya jelas. Maka saya tolak,” ujar Kades Alamsyah, S.Pd.I.
Lebih lanjut, dikatakan Kades Kahyapu bahwa setelah menolak hal tersebut dirinya melakukan melaporkan dan berkordinasi kepada pihak kecamatan dan Danramil disana.
“Sudah saya laporkan ke pihak Danramil dan kecamatan soal sewa pulau Merbau itu oleh pihak lembaga Adat Enggano. Karna itu menyalahi aturan. Kami pemerintah daerah tidak pernah dilibatkan dalam musyawarah tersebut dan kami juga dari pemerintah desa juga tidak ada menandatangani dan mengeluarkan surat menyetujui sewa menyewa pulau tersebut. Saya siap untuk untuk memberikan klarifikasi terkait hal ini. Karena Pulau Merbau tersebut termasuk wilayah desa kami. Dan juga saya tidak setuju kalo pulau itu disewakan,” pungkas Kades. (Eren)